BismillahirRahmaanirRahiim
Jangan Tiru Mereka
Di antara kaedah penting dalam agama kita adalah kaum
muslimin baik laki-laki maupun perempuan tidak diperbolehkan untuk menyerupai
orang kafir baik dalam masalah ibadah, hari raya maupun pakaian yang menjadi
ciri khas mereka. Ini merupakan kaidah penting dalam agama kita yang sudah
tidak diindahkan oleh banyak kaum muslimin. Patut diketahui bahwa dalil-dalil
yang menunjukkan benarnya kaidah di atas adalah banyak sekali baik dari ayat
al-Qur’an maupun hadits-hadits Nabi. Berikut ini adalah di antara ayat
al-Qur’an yang menunjukkan adanya kaidah di atas.
Allah berfirman yang artinya, “Kemudian Kami jadikan kamu
berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah
syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak
mengetahui.” (QS. Al-Jatsiah [45]: 18)
Ibnu Taimiyyah mengatakan, “Dalam ayat di atas Allah
menceritakan bahwa Dia telah memberikan kenikmatan dunia dan agama untuk Bani
Israil, mereka berselisih setelah kebenaran datang kepada mereka karena rasa
dengki yang ada di antara mereka. Kemudian Allah jadikan Muhammad berada di
atas syariat dan Dia perintahkan agar diikuti. Selanjutnya Allah melarangnya
untuk mengikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak tahu. Termasuk ‘orang-orang
yang tidak tahu’ adalah semua orang yang menyelisihi syariat beliau. Sedangkan
yang dimaksud hawa nafsu mereka adalah semua hal yang mereka inginkan termasuk
di antaranya adalah perilaku lahiriah dari orang-orang musyrik yang merupakan
konsekuensi dan turunan dari agama mereka yang batil. Itu semua merupakan
bagian dari apa yang mereka inginkan.
Mencocoki mereka dalam perilaku lahiriah berarti mengikuti
keinginan mereka. Oleh karenanya orang-orang kafir gembira dan bersuka cita
ketika kaum muslimin mengikuti sebagian perilaku mereka. Bahkan mereka rela
mengeluarkan harta dalam jumlah besar agar peniruan itu terjadi.
Andai meniru perilaku lahiriah orang kafir tidak termasuk
mengikuti hawa nafsu orang kafir maka tidak disangsikan lagi bahwa menyelisihi
orang kafir dalam perilaku lahiriah itu lebih memupus kemungkinan terjerumus
dalam sikap mengikuti hawa nafsu mereka dan lebih membantu agar mendapatkan
ridho Allah dengan tidak mengikuti hawa nafsu orang kafir. Sesungguhnya meniru
orang kafir dalam perilaku lahiriah itu bisa jadi sarana untuk mengikuti orang
kafir dalam hal-hal yang lain. Karena siapa yang berani dekat-dekat dengan
daerah larangan maka dia akan terjerumus di dalamnya. Dua penjelasan di atas
bermuara pada satu titik yang sama yaitu mengikuti perilaku lahiriah orang
kafir itu terlarang. Meski penjelasan yang pertama itu lebih tepat.” (al
Iqtidha’, hal. 8)
Allah berfirman yang artinya, “Dan seandainya kamu mengikuti
hawa nafsu mereka setelah datang pengetahuan kepadamu, maka sekali-kali tidak
ada pelindung dan pemelihara bagimu terhadap (siksa) Allah.” (QS. ar-Ra’du
[13]: 37)
Yang dimaksud dengan hawa nafsu mereka dalam ayat di atas
adalah ahzab (kelompok orang kafir) yang mengingkari sebagian dari al-Qur’an.
Sehingga termasuk dalam hal ini semua orang yang mengingkari sebagian dari
al-Qur’an meskipun sedikit baik Yahudi, Nasrani ataupun yang lainnya.
Mengikuti orang kafir dalam hal yang merupakan ciri khas
mereka baik terkait dengan agama mereka atau konsekuensi agama mereka adalah
termasuk mengikuti hawa nafsu orang kafir. Bahkan karena hal yang lebih remeh
lagi seorang bisa dinilai telah mengikuti hawa nafsu orang kafir.
Allah berfirman yang artinya, “Dan janganlah mereka seperti
orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian
berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan
kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS. al-Hadid [57]:
16)
“Janganlah kalian seperti orang-orang yang…” dalam ayat di
atas merupakan larangan mutlak untuk menyerupai orang-orang kafir ahli kitab.
Larangan tersebut secara khusus merupakan larangan untuk menyerupai ahli kitab
dalam masalah memiliki hati yang keras. Sedangkan hati yang keras merupakan
buah dari berbagai bentuk maksiat.
Tentang ayat ini Ibnu Katsir dalam Tafsirnya 4/310
mengatakan, “Oleh karena itu Allah melarang orang-orang yang beriman untuk
tasyabbuh/menyerupai ahli kitab dalam hal-hal pokok ataupun hal-hal yang
bersifat rincian meski hanya sedikit.”
Allah berfirman yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu katakan (kepada Muhammad): “Raa’ina”, tetapi katakanlah:
“Unzhurna”, dan “dengarlah.” Dan bagi orang-orang yang kafir siksaan yang
pedih.” (QS al Baqarah [2]: 148)
Dalam kitab tafsirnya 1/148, Ibnu Katsir mengatakan, “Allah
larang hamba-hambaNya yang beriman untuk tasyabbuh/menyerupai orang-orang kafir
baik dalam perilaku ataupun dalam kata-kata. Orang-orang Yahudi memiliki
perhatian untuk menggunakan kata-kata yang bermakna ganda namun yang mereka
maksudkan adalah makna jelek yang terkandung dalam kata-kata tersebut. Moga Allah
melaknat mereka.
Jika mereka ingin mengatakan kepada Nabi, “Dengarkanlah
kami” mereka menggunakan kalimat ‘Ro’inaa’ yang bisa bermakna ‘perhatikan kami’
dan bisa bermakna ‘dasar tolol’. Sedangkan sebenarnya makna kedualah yang
mereka maksudkan, sebagaimana firman Allah QS an Nisa’[4]:46.
Demikian pula terdapat beberapa hadits yang menceritakan
ulah mereka. Jika orang-orang Yahudi mengucapkan salam maka yang mereka ucapkan
adalah ‘assamu ‘alaikum’ sedangkan makna assamu adalah kematian. Oleh karena
itu kita diperintahkan untuk menjawab salam mereka dengan mengatakan ‘wa
‘alaikum’. Doa kitalah yang akan terkabul sedangkan doa mereka untuk kita tidak
akan terkabul.
Ringkasnya Allah melarang orang-orang yang beriman untuk
menyerupai (tasyabbuh) dengan orang-orang yang kafir baik dalam kata-kata
maupun dalam tingkah laku.” Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan, “Qotadah
dan yang lainnya menjelaskan bahwa orang-orang Yahudi suka mengatakan ‘ro’inaa’
kepada Nabi dengan maksud mengejek. Oleh karenanya Allah tidak suka jika
orang-orang yang beriman berkata-kata semisal kata-kata orang Yahudi. Qotadah
juga mengatakan bahwa orang-orang Yahudi sering berkata kepada Nabi, ‘Ro-’inaa
sam’aka’ dengan tujuan mengejek Nabi karena kata-kata tersebut dalam bahasa
Yahudi memiliki makna yang buruk.
Uraian di atas menjelaskan bahwa kaum muslimin dilarang
mengucapkan kata-kata tersebut karena orang-orang Yahudi suka mengatakannya
meski maksud orang Yahudi jelek sedangkan maksud kaum muslimin dengan kata-kata
tersebut tidaklah demikian. Karena menyerupai orang-orang Yahudi dalam
kata-kata tersebut berarti menyerupai orang-orang kafir dan melapangkan jalan
bagi mereka untuk mewujudkan tujuan mereka.” (al Iqtidha’, hal. 22)
Jelaslah dari ayat-ayat di atas bahwa meninggalkan perilaku
orang-orang kafir dan menyerupai mereka dalam perbuatan, perkataan dan hawa
nafsu mereka termasuk tujuan dan target yang dicanangkan dan diajarkan oleh
al-Qur’an. Nabi pun sudah menjelaskan dan merinci hal tersebut kepada umatnya
bahkan mempraktekkannya dalam berbagai rincian syariat. Demikian seriusnya Nabi
dalam hal ini sampai-sampai orang-orang Yahudi yang tinggal bersama beliau di
kota Madinah merasakan dan mengetahui bahwa Nabi ingin menyelisihi mereka dalam
semua ciri khas mereka.
عَنْ أَنَسٍ أَنَّ الْيَهُودَ كَانُوا إِذَا حَاضَتْ
الْمَرْأَةُ فِيهِمْ لَمْ يُؤَاكِلُوهَا وَلَمْ يُجَامِعُوهُنَّ فِي الْبُيُوتِ
فَسَأَلَ أَصْحَابُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ النَّبِيَّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى { وَيَسْأَلُونَكَ
عَنْ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ } إِلَى
آخِرِ الْآيَةِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
اصْنَعُوا كُلَّ شَيْءٍ إِلَّا النِّكَاحَ فَبَلَغَ ذَلِكَ الْيَهُودَ فَقَالُوا
مَا يُرِيدُ هَذَا الرَّجُلُ أَنْ يَدَعَ مِنْ أَمْرِنَا شَيْئًا إِلَّا
خَالَفَنَا فِيهِ
“Dari Anas bin Malik, Di antara kebiasaan orang-orang Yahudi
jika terdapat seorang perempuan yang dalam kondisi haid maka mereka tidak mau
makan bareng bahkan tidak mau satu atap rumah dengan perempuan tersebut. Hal
tersebut ditanyakan kepada Nabi lalu turunlah firman Allah yang artinya,
“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh…” (QS. al Baqarah [2]: 222). Nabi
lantas bersabda, “Lakukanlah segala sesuatu asal bukan hubungan biologis.”
Setelah sabda Nabi ini sampai ke telinga orang-orang Yahudi maka mereka
berkomentar, “Orang ini hanya punya keinginan untuk menyelisihi semua perilaku
kita.” (HR Muslim).” [Jilbab Mar'ah Muslimah, hal. 161-165].
***
0 Response to "Adab Berpakaian (5)"
Post a Comment