Sudah sejak lama Ibu Siti Usamah memendam cita-cita ingin menunaikan ibadah
haji untuk menyempurnakan rukun islamnya. Keinginan tersebut semakin menggebu
tatkala beliau mengantarkan keberangkatan haji dua keponakannya di Bandara Adi
Sucipto pada tahun 1994.
Keponakannya itu bernama Syaiful dan Ilhamiyati yang baru berusia 19 dan 17 tahun. Dua remaja itu berangkat haji bersama kedua orang tua mereka Bpk H. Muftin dan Ibu Hj. Jamaah , salah satu pemilik perusahaan alat-alat olah raga yang sukses di kampung Bu Siti. Saat itu adalah kedua kalinya pengusaha tersebut berangkat haji.
Di kampung Bu Siti, sudah menjadi tradisi, warga yang akan berangkat haji diantar oleh sebagian besar warga kampung beramai-ramai. Dan tidak tanggung-tanggung, calon haji saat itu diantar dengan 2 mobil dan 10 bus. Selama dalam perjalanan, Bu Siti berbisik dalam hati “Keponakanku Syaiful dan Yati yang baru berusia belasan tahun dan belum menikah sudah bisa naik haji, Bpk H. Muftin juga sudah haji dua kali. Lalu kenapa aku belum bisa naik haji ya?”
Semenjak itu Bu Siti semakin rajin berdoa, memohon kepada Allah agar bisa segera datang ke rumah Allah.
Tahun 1995 kembali Bu Siti mengantarkan tetangganya berangkat haji. Bagaikan penyakit tahunan, keinginan Bu Siti untuk menunaikan ibadah haji selalu kambuh setiap beliau mengantarkan sanak keluarganya berangkat haji.
Mendapatkan amalan Sholawat Haji
Kemudian pada tahun 1996 Bu Siti mengantarkan tantenya untuk berangkat haji. Tapi kali ini Bu Siti tidak mengantarkan tantenya ke Bandara Adi Sucipto, melainkan ke Kota Jepara karena tantenya ini mendaftar di Jepara. Bu Siti mengantarkan tantenya bersama sanak saudara lainnya dan berangkat menggunakan bis. Di Jepara, rombongan menuju rumah adik tantenya Bu Siti yang berama Bapak H. Busro.
S ebelum pulang ke Yogyakarta, Bu Siti beserta rombongan singgah dulu ke Pondok Al Miftah milik Bpk Kyai H. Mudhofar yang masih famili dengan tantenya Bu Siti. Di sana, Bu Siti dan rombongan memperoleh sedikit tausiyah dari Bapak Kyai H. Mudhofar. Isi tausiyah tersebut tentang “Ibadah Haji”. Kemudian Bapak Kyai tersebut juga memberikan amalan agar para rombongan bisa segera menunaikan rukun islam yang terakhir tersebut. Amalan yang diberikan adalah Sholawat haji yang bunyinya seperti ini
Keponakannya itu bernama Syaiful dan Ilhamiyati yang baru berusia 19 dan 17 tahun. Dua remaja itu berangkat haji bersama kedua orang tua mereka Bpk H. Muftin dan Ibu Hj. Jamaah , salah satu pemilik perusahaan alat-alat olah raga yang sukses di kampung Bu Siti. Saat itu adalah kedua kalinya pengusaha tersebut berangkat haji.
Di kampung Bu Siti, sudah menjadi tradisi, warga yang akan berangkat haji diantar oleh sebagian besar warga kampung beramai-ramai. Dan tidak tanggung-tanggung, calon haji saat itu diantar dengan 2 mobil dan 10 bus. Selama dalam perjalanan, Bu Siti berbisik dalam hati “Keponakanku Syaiful dan Yati yang baru berusia belasan tahun dan belum menikah sudah bisa naik haji, Bpk H. Muftin juga sudah haji dua kali. Lalu kenapa aku belum bisa naik haji ya?”
Semenjak itu Bu Siti semakin rajin berdoa, memohon kepada Allah agar bisa segera datang ke rumah Allah.
Tahun 1995 kembali Bu Siti mengantarkan tetangganya berangkat haji. Bagaikan penyakit tahunan, keinginan Bu Siti untuk menunaikan ibadah haji selalu kambuh setiap beliau mengantarkan sanak keluarganya berangkat haji.
Mendapatkan amalan Sholawat Haji
Kemudian pada tahun 1996 Bu Siti mengantarkan tantenya untuk berangkat haji. Tapi kali ini Bu Siti tidak mengantarkan tantenya ke Bandara Adi Sucipto, melainkan ke Kota Jepara karena tantenya ini mendaftar di Jepara. Bu Siti mengantarkan tantenya bersama sanak saudara lainnya dan berangkat menggunakan bis. Di Jepara, rombongan menuju rumah adik tantenya Bu Siti yang berama Bapak H. Busro.
S ebelum pulang ke Yogyakarta, Bu Siti beserta rombongan singgah dulu ke Pondok Al Miftah milik Bpk Kyai H. Mudhofar yang masih famili dengan tantenya Bu Siti. Di sana, Bu Siti dan rombongan memperoleh sedikit tausiyah dari Bapak Kyai H. Mudhofar. Isi tausiyah tersebut tentang “Ibadah Haji”. Kemudian Bapak Kyai tersebut juga memberikan amalan agar para rombongan bisa segera menunaikan rukun islam yang terakhir tersebut. Amalan yang diberikan adalah Sholawat haji yang bunyinya seperti ini
"Allahumma sholli ‘ala sayyidina muhammadin
sholaatan tuballighunaa bihaa hajja
baitikal haroomi wa ziyaarota qobri
nabiyyika muhammadin shollallohu ‘alaihi wa
sallama fii luthfin wa ‘afiyatin wa salaamatin
wa buluughil maroomi wa’alaa
aalihi wa shohbihi wa baarik wa sallim"
Arti dari sholawat tersebut adalah :
“Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada junjungan kita Nabi Muhammad, yang dengan
rahmat itu semoga Engkau menyampaikan kami berhaji ke rumah-Mu yang agung, dan
berziarah ke makam Nabi-Mu Muhammad SAW dengan selalu mendapat perlindungan,
sehat, selamat dan tercapai cita-cita. Dan limpahkanlah pula rahmat berkah dan
salam kepada keluarganya dan para sahabatnya.”
Semenjak itu Bu Siti senantiasa istiqomah mengamalkan ilmu yang baru saja didapatkannya itu. Setiap malam Bu Siti membaca sholawat haji sebanyak 10 kali. Dan ikhtiar dari Bu Siti ditambah dengan semakin rajin melaksanakan sholat tahajud dan sholat hajat.
Tahun 1997, kembali Bu Siti mengantarkan Bpk dan Ibu H. Muftin beserta dua anaknya yang lain untuk berangkat haji. Sama seperti sebelumnya, putra putri pengusaha tersebut juga masih berusia muda dan belum menikah ketika berangkat haji. Hal tersebut membuat Bu Siti benar-benar merasa iri.
Secara berturut turut Tahun 1998, 1999 dan 2000 Bu Siti juga mengantarkan sanak keluarga yang lain untuk berangkat haji. Dan dari tahun ke tahun keinginan Bu Siti untuk berangkat haji semakin memuncak. Oleh karena itu Bu Siti semakin giat berdoa.
Allah Mengabulkan Doa Bu Siti
Allah SWT mendengarkan doa-doa Bu Siti dan mengabulkannya. Alhamdulillah dengan menjual sawah ditambah tabungannya, Bu siti bersama suami, 2 kakak kandung serta 1 kakak iparnya bisa mendaftar haji tahun 2001.
Namun, berbagai halangan dan rintangan harus dihadapi Bu Siti selama dalam proses pendaftaran haji. Pada tahun 2001 itu, ongkos haji naik tajam dari yang sebelumnya cuma sekitar 10 juta per orang naik menjadi 20 jutaan per orang. Hal tersebut sempat membuat suami Bu Siti hendak mengurungkan niatnya untuk pergi haji. Uang Bu Siti tidak cukup untuk berangkat 2 orang. Uang mereka kurang 5 juta. Alhamdulillah, tiba-tiba ada saudara yang berkenan memberikan pinjaman 5 juta sehingga biaya haji sudah tercukupi.
Meski biaya sudah mencukupi, ternyata Bu Siti harus menghadapi kesulitan yang lain lagi. Quota haji di kabupaten tempat tinggal Bu Siti sudah habis. Lalu Bu Siti dan saudara-saudaranya harus bolak-balik ke kabupaten lain untuk mengurus pendaftaran.
Namun dengan izin Allah SWT, semua kesulitan tersebut bisa diatasi sehingga pada akhirnya Bu Siti dan suaminya bisa berangkat haji pada tanggal 31 Januari 2001.
Pada Tanggal 10 Februari 2001 saat masuk waktu maghrib Bu Siti dan rombongan sampai di Mekkah. Kemudian Ba’da isya’ mereka menuju Ka’bah. Seolah tak percaya dengan apa yang ada dilihatnya, Bu Siti meneteskan air mata melihat Ka’bah ada di depan matanya. Semua terasa seperti mimpi.
Kemudahan-kemudahan saat Haji
Di tanah haram itu, Bu Siti mendapatkan berbagai kemudahan tatkala menunaikan rukun-rukun haji. Suatu saat, Multazam (tempat mustajab) dipenuhi dengan orang-orang yang berebut tempat untuk menunaikan sholat sunah 2 rokaat di sana. Bu Siti yang bertubuh kecil terdesak-desak oleh jamaah dari negara lain yang rata-rata bertubuh besar. Bu Siti hampir putus asa karena tidak memperoleh tempat yang nyaman untuk menunaikan sholat di sana.
Tapi tiba-tiba datanglah seorang pria asing bertubuh besar yang memberi kesempatan kepada Bu Siti untuk melaksanakan sholat 2 rokaat dan melindunginya agar tidak tergencet jamaah lain yang juga ingin melaksanakan sholat di tempat mustajab tersebut. Karena bantuan orang asing tersebut, maka Bu Siti berhasil menyelesaikan sholat sunat tersebut dengan khusyu’. Setelah Bu Siti salam, orang asing tersebut tiba-tiba menghilang.
Kemudahan lainnya yang didapat adalah jalur sa’i yang tadinya ramai dan padat tiba-tiba menjadi lengang setelah Bu Siti memberikan air zam-zam yang dimilikinya kepada seseorang yang meminta minum kepadanya. Jalur sa’i yang lengang tersebut tentu saja memudahkan Bu Siti untuk menyelesaikan putarannya.
Berkat pertolongan Allah juga Bu Siti bisa mencium hajar Aswad walaupun hanya satu kali.
Pada tanggal 17 Maret 2001 pukul 18.00 WIB, sampailah Bu Siti dan suami di rumah. Kedatangan Bu Siti disambut saudara-saudaranya dengan penuh tangis karena ketika Bu Siti bearada di tanah Arab, putri keduanya opname di rumah sakit selama 2 minggu. Meski begitu, hal itu tidak mengurangi rasa syukur Bu Siti dan suami karena telah diijinkan oleh Allah untuk berangkat haji dan kembali ke tanah air dengan selamat.
Demikianlah kisah Bu Siti yang istiqomah membaca sholawat haji. Setelah memendam keinginan untuk haji bertahun-tahun, akhirnya Bu Siti bisa menunaikan ibadah haji bersama suami. Semoga kisah ini menjadi pelajaran bagi kita semua bahwa dengan kesabaran yang dibarengi doa, sholat hajat, sholat tahajud dan juga sholawat maka cita-cita kita akan terkabul.
(Sudah dimuat di Majalah Al Kisah Edisi 18 April - 1 Mei 2011)
0 Response to "Keberkahan Sholawat Haji"
Post a Comment