BismillahirRahmaaniRahiim
Ada sebuah wirid yang dianjurkan Nabi shollallahu ’alaih wa sallam untuk dibaca setiap pagi dan sore hari. Jika wirid tersebut dibaca di waktu pagi berarti orang itu telah memenuhi kewajiban bersyukurnya kepada Allah di hari itu. Dan jika ia baca di waktu sore berarti orang itu telah memenuhi kewajiaban bersyukurnya kepada Allah di malam itu.
Lengkapnya hadits yang menyebutkan fadhillah luar biasa
ini ada di dalam teks sebagai berikut:
أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ قَالَ حِينَ يُصْبِحُ
اللَّهُمَّ مَا
أَصْبَحَ بِي مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنْكَ وَحْدَكَ
لَا شَرِيكَ لَكَ
فَلَكَ الْحَمْدُ وَلَكَ الشُّكْرُ
فَقَدْ أَدَّى شُكْرَ
يَوْمِهِ وَمَنْ قَالَ مِثْلَ ذَلِكَ
حِينَ يُمْسِي فَقَدْ
أَدَّى شُكْرَ لَيْلَتِهِ
Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam
bersabda:
Barangsiapa di pagi hari membaca doa: “
Ya Allah, apa saja ni’mat
yang kuterima pagi ini adalah dariMu semata.
Tidak ada sekutu bagiMu. Maka
bagiMu segala puji dan bagiMu segenap terimakasih”,
maka sungguh ia telah
penuhi kewajiban bersyukurnya hari itu.
Dan barangsiapa mengucapkannya di waktu
sore,
maka sungguh ia telah penuhi kewajiban bersyukurnya malam itu.”
(HR Abu
Dawud 4411)
Subhanallah….
Dengan
membaca wirid yang begini singkat dan sederhana seseorang dipandang
telah
memenuhi kewajiban bersyukur sehari dan semalam.
Kalimat yang isinya sebagai
berikut:
اللَّهُمَّ مَا
أَصْبَحَ بِي مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنْكَ وَحْدَكَ
لَا شَرِيكَ لَكَ
فَلَكَ الْحَمْدُ وَلَكَ الشُّكْرُ
“Ya Allah, apa saja ni’mat yang kuterima pagi ini
adalah dariMu semata.
Tidak ada sekutu bagiMu. Maka bagiMu segala puji dan
bagiMu segenap terimakasih”.
(HR Abu Dawud 4411)
Jika ia membacanya
di waktu sore redaksi berubah sedikit menjadi sebagai berikut:
اللَّهُمَّ مَا
أَمْسَى بِي مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنْكَ وَحْدَكَ
لَا شَرِيكَ لَكَ
فَلَكَ الْحَمْدُ وَلَكَ الشُّكْرُ
“Ya Allah, apa saja ni’mat yang kuterima sore ini
adalah dariMu semata.
Tidak ada sekutu bagiMu. Maka bagiMu segala puji dan
bagiMu segenap terimakasih”.
(HR Abu Dawud 4411)
Dalam riwayat lainnya ada tambahan teks dalam wiridnya
sehingga menjadi:
اللَّهُمَّ مَا
أَصْبَحَ بِي مِنْ نِعْمَةٍ أَوْ بِأَحَدٍ مِنْ خَلْقِكَ
فَمِنْكَ وَحْدَكَ
لَا شَرِيكَ لَكَ فَلَكَ الْحَمْدُ وَلَكَ الشُّكْرُ
“Ya Allah, apa saja ni’mat yang kuterima pagi ini
atau dari salah satu makhlukMu,
maka itu adalah dariMu semata. Tidak ada
sekutu bagiMu.
Maka bagiMu segala puji dan bagiMu segenap terimakasih”.
(HR
An-Nasai 9835)
Jika dibaca di waktu sore menjadi:
اللَّهُمَّ مَا
أَمْسَى بِي مِنْ نِعْمَةٍ أَوْ بِأَحَدٍ مِنْ خَلْقِكَ
فَمِنْكَ وَحْدَكَ
لَا شَرِيكَ لَكَ فَلَكَ الْحَمْدُ وَلَكَ الشُّكْرُ
“Ya Allah, apa saja ni’mat yang kuterima sore ini
atau dari salah satu makhlukMu,
maka itu adalah dariMu semata. Tidak ada sekutu
bagiMu.
Maka bagiMu segala puji dan bagiMu segenap terimakasih”.
(HR An-Nasai
9835)
Disamping wirid ini
menjadi bukti bersyukur seorang hamba kepada Allah di waktu pagi dan sore,
ia
juga melindungi seseorang dari kemungkinan ”terbeli” atau ”terkooptasi” oleh
fihak manapun.
Apalagi di era seperti sekarang, banyak fihak berusaha mendekat
dan berbaik-baik
karena memiliki aneka kepentingan. Itulah sebabnya Islam
memberikan tekanan khusus
agar orang beriman hanya memuji dan berterimakasih
kepada Allah semata.
Lihatlah bagaimana dari awal surah Al-Fatihah saja sudah
diarahkan untuk mengucapkan kalimat:
الْحَمْدُ لِلَّهِ
رَبِّ الْعَالَمِينَ
”Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.”
(QS
Al-Fatihah ayat 2)
Orang beriman tidak selalu menerima atau menolak
pemberian yang datang dari orang lain.
Jika ia menolak maka itu berdasarkan sifat ’iffah
atau menjaga kehormatan dirinya.
Ia tidak ingin menjadi berhutang budi kepada
orang lain. Sebab tidak sedikit fihak setelah memberikan suatu kebaikan kepada
orang lain, lalu ia menuntut agar orang yang telah menerima pemberiannya itu
menjadi berterimakasih kepada diri pemberinya. Bahkan kadang ada yang sampai
menuntut kepatuhan dari fihak penerima kebaikan. Inilah situasi yang sering berkembang,
terutama dalam dunia politik. Suatu fihak melakukan penanaman jasa kepada fihak
lain dengan syarat fihak penerima selanjutnya harus siap untuk memenuhi agenda
politik pemberi bantuan. Prinsipnya, setiap penerima bantuan harus rajin dan
konsisten bersyukur hanya kepada Sumber Pemberi kenikmatan, yaitu Allah semata.
Dan setiap pemberi kebaikan kepada sesama manusia hendaknya selalu ikhlas
lillahi ta’ala ketika memberikan bantuan kepada siapapun.
Maka doa di atas menjadi penangkal agar seseorang tidak
mudah terbeli ataupun terkooptasi tatkala ia menerima kebaikan
orang lain. Tentu saja hal ini hanya akan efektif bila orang itu benar-benar
memahami dan menghayati makna wirid bersyukur kepada Allah di pagi dan sore
hari ini.
“Ya Allah, apa saja ni’mat yang kuterima pagi dan
sore ini atau dari salah satu makhlukMu, maka itu adalah dariMu semata.
Tidak ada sekutu bagiMu. Maka bagiMu segala puji dan bagiMu segenap
terimakasih. Ya Allah, janganlah Engkau biarkan diriku berhutang budi kepada
siapapun di antara makhlukMu sehingga ia berhak menguasai diriku dan menentukan
jalan hidupku”.
0 Response to "Doa Rasa Syukur"
Post a Comment